Dalam studi hadis, penting sekali membedakan antara marfū’ (ucapan yang bersumber langsung dari Nabi) dan mauqūf (ucapan yang terhenti pada sahabat). Mengidentifikasi Perkataan Rekan Rasulullah ini krusial karena ia memiliki otoritas hukum dan interpretasi yang berbeda dibandingkan dengan hadis Nabi sendiri.
Hadis mauqūf adalah riwayat yang sanadnya terhenti pada seorang sahabat Nabi, meskipun periwayatnya setelah itu adalah seorang tābi’īn atau yang lain. Ini berarti isinya adalah fatwa, pendapat, atau tindakan dari sahabat tersebut, bukan ucapan langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Otoritas hukum dari Perkataan Rekan Rasulullah (mauqūf) tidak setinggi hadis marfū’. Hadis Nabi (marfū’) adalah sumber legislasi Islam kedua, sementara Perkataan Rekan Rasulullah dianggap sebagai interpretasi atau penerapan syariat yang dilakukan oleh generasi terbaik umat.
Ulama hadis sangat berhati-hati dalam membedakan keduanya. Mereka menggunakan metode takhrij dan ilmu rijal al-hadits untuk menelusuri rantai sanad hingga akhir. Jika sanad berhenti pada sahabat tanpa pernyataan jelas bahwa itu adalah hadis Nabi, maka ia diklasifikasikan sebagai mauqūf.
Meskipun Perkataan Rekan Rasulullah tidak mengikat secara hukum seperti hadis Nabi, ia tetap memiliki nilai ilmiah dan interpretatif yang tinggi. Pendapat sahabat sering kali menjadi rujukan penting dalam fiqh (yurisprudensi) karena mereka hidup dan menyaksikan langsung konteks turunnya wahyu dan ajaran.
Dalam karya-karya ilmiah, Perkataan Rekan Rasulullah harus dikutip dengan jelas sebagai atsar (jejak/perkataan sahabat), bukan sebagai hadis Nabi. Kejelasan terminologi ini adalah bentuk akuntabilitas akademik dalam ilmu hadis untuk menghindari kesalahpahaman otoritas.
Namun, ada kalanya Perkataan Rekan Rasulullah dianggap memiliki status marfū’ secara hukum (hukman). Ini terjadi jika isi riwayat tersebut adalah masalah ghaib (hal gaib) yang tidak mungkin diketahui sahabat kecuali melalui ajaran langsung dari Nabi.
Secara keseluruhan, pembedaan antara Perkataan Rekan Rasulullah dan hadis Nabi adalah fondasi metodologi dalam studi Islam. Disiplin ini memastikan bahwa setiap ajaran dinilai berdasarkan sumber otoritasnya yang benar, menjaga ketelitian dan integritas syariat.
