Memadukan Teks dan Konteks: Seni Bedah Kitab dan Bahtsul Masail

Bahtsul Masail adalah tradisi intelektual yang menjadi jantung pendidikan di pondok pesantren salaf maupun modern. Kegiatan ini merupakan forum diskusi ilmiah untuk membahas masalah-masalah keagamaan kontemporer (masail fiqhiyyah). Inti dari Bahtsul Masail adalah Memadukan Teks klasik (kitab kuning) dengan realitas sosial yang terus berkembang. Forum ini melatih santri untuk berpikir kritis, sistematis, dan otoritatif.

Proses Bahtsul Masail selalu diawali dengan bedah kitab secara mendalam. Setiap masalah yang diajukan dicari landasan hukumnya dari sumber-sumber primer dalam tradisi mazhab, terutama Syafi’i. Memadukan Teks dalam tahap ini berarti menelusuri berbagai referensi, memahami ibarat (ungkapan) para ulama, dan menyimpulkan pandangan hukum dasar. Tahap ini menuntut kecermatan dan penguasaan ilmu alat yang mumpuni.

Setelah menemukan dasar teks, tantangan berikutnya adalah Memadukan Teks tersebut dengan konteks zaman. Misalnya, bagaimana hukum jual beli online atau penggunaan cryptocurrency dilihat dari kacamata fiqh muamalah klasik. Santri ditantang untuk mencari titik temu antara ketentuan fiqh masa lalu dengan praktik modern, memastikan hukum Islam tetap relevan dan solutif.

Kegiatan ini secara efektif mengembangkan kemampuan ijtihad terbatas di kalangan santri. Mereka dilatih untuk mengukur dan mempertimbangkan dampak sosial (mashlahah mursalah) dari suatu keputusan hukum. Memadukan Teks dan konteks sosial-ekonomi adalah keahlian tinggi yang membedakan santri dengan para akademisi biasa. Mereka menjadi mufti muda yang siap menjawab persoalan umat.

Teknik yang digunakan dalam forum ini adalah munadzarah (adu argumen) yang berbasis dalil. Santri tidak hanya dituntut menguasai qoul (pendapat) ulama, tetapi juga mampu mempertahankan argumentasinya dengan logika yang runtut dan uslub (gaya bahasa) yang santun. Tradisi ini menanamkan integritas ilmiah dan rasa hormat terhadap perbedaan pendapat di antara mereka.

Memadukan Teks dalam Bahtsul Masail juga mencakup penggunaan kitab-kitab dari berbagai mazhab. Keterbukaan terhadap pandangan lain memperluas wawasan santri dan melatih sikap toleransi (tasamuh) dalam perbedaan furu’iyah. Pendekatan komparatif ini menghasilkan pemahaman Islam yang lebih fleksibel dan inklusif, jauh dari sikap fanatisme buta.